ulangan harian 1 TIK

SBY Sebut Dia dan Keluarganya Dapat Cacian Terkait UU Pilkada


Jumat, 3 Oktober 2014 | 22:14 WIB

TRIBUNNEWS/DANY PERMANA Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, bersama Ibu Ani Yudhoyono, dan kedua putra serta menantunya, bersiap untuk melakukan halal bihalal, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (31/8/2011). Keluarga Presiden melakukan shalat sunat Idul Fitri di masjid Istiqlal dan menggelar openhouse setelahnya di Istana Negara.
 JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, pilihan politik untuk menerbitkan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang mengenai pelaksanaan pemilihan kepala daerah bersifat serius dan tidak ada agenda tersembunyi. "Politik yang saya jalankan selama 10 tahun memimpin negeri ini, politik yang terang, politik yang tidak ada agenda yang tersembunyi," kata Yudhoyono dalam program Isu Terkini yang diunggah di YouTube, seperti dikutip dalam laman Sekretariat Kabinet, Jumat.
Presiden mengaku mendapatkan hujatan, cacian, dan kemarahan yang luar biasa saat Rapat Paripurna DPR RI, Jumat (26/9/2014) dini hari, memutuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang memilih opsi bahwa pilkada gubernur, bupati, dan wali kota dilakukan melalui DPRD.
"Saya, bahkan istri, keluarga, dan teman-teman saya sedih waktu itu karena hujatan atau cacian-cacian itu kasar sekali, melebihi tata krama dan kepatutan dalam hubungan di antara sesama manusia. Begitu luar biasa," kata Yudhoyono dalam program Isu Terkini di kanal YouTube.
Presiden mengatakan bahwa dirinya menangkap adanya harapan atau ekspektasi yang tinggi dari masyarakat kepadanya selaku Presiden untuk tidak sama sekali membiarkan perubahan terhadap sistem pilkada, dari langsung menjadi melalui DPRD.
"Barangkali rakyat berpikir Presiden itu bisa berbuat apa saja, bisa mencegah apa yang tidak diinginkan, meskipun itu wilayah DPR RI, ataupun Demokrat bisa melakukan sesuatu untuk memastikan semuanya mengikuti opsi yang saya tawarkan itu, dan banyak hal," terang SBY.
Presiden SBY juga menilai, kemarahan yang luar biasa itu pun salah alamat, terlebih lagi karena dia secara pribadi ataupun selaku presiden, dan juga Partai Demokrat yang dipimpinnya, sejak awal tidak pernah menginginkan bahwa pilkada itu berubah menjadi pilkada yang dipilih oleh DPRD.
"Tidak pernah, tetapi seolah-olah kami yang menginginkan seperti itu. Kan salah alamat," ujarnya.
SBY juga meyakini, rakyat pun tahu bahwa sampai detik-detik terakhir, baik di Panja DPR RI maupun di forum lobi, pihaknya ingin sekali jika opsi yang dipilih adalah pilkada langsung dengan perubahan-perubahan ataupun perbaikan-perbaikan yang mendasar.
SBY yakin bahwa yang diinginkan bukan seperti yang sekarang, yakni langsung tanpa perbaikan, yang banyak sekali masalahnya, dan jelas juga bukan pilkada yang melalui DPRD. Akan tetapi, opsi pilkada langsung dengan perbaikan ini kandas karena ditolak di mana-mana.
"Jadi, saya pikir, oke, saya mengerti mereka marah. Saya juga marah, kok mengapa opsi ini tidak diterima sama sekali. Opsi yang baik kok menurut saya, pengalaman saya memimpin negeri ini selama 10 tahun, tetapi itu juga kandas," kata Presiden.

sumber : langsung ke sana

Opini saya :

 

                 Seharusnya rakyat mengerti dahulu persoalan yang terjadi, jangan langsung menyimpulkan masalah yang sedang terjadi kepada  Bapak SBY. Saya tahu bahwa anda anda sekalian marah terhadap putusan UU Pilkada secara tidak langsung yang sudah di “sah” kan oleh DPR, saya juga kecewa dengan keputusan tersebut karena dapat mematikan demokrasi rakyat dan membuat rakyat bingung karena tidak tahu watak dan kepribadian calon yang dipilih oleh anggota DPR.

                     Dan menurut saya kepala daerah harus dipilih oleh rakyat secara total. Kenapa secara total? Karena Negara kita adalah Negara yang berdemokrasi yaitu kekuasaan ada di tangan rakyat. Dengan dipilihnya kepala daerah secara tidak langsung, juga dapat mengurangi kehidupan berpolitik di dalam diri masayarakat.

                      Intinya jangan salahkan Bapak SBY, karena beliau sudah berusaha menggagalkan putusan UU Pilkada yang kontroversial itu, tetapi sudah terlambat. Saya juga merasa kasihan  kepada beliau karena telah di caci maki bejuta juta rakyat Indonesia. Dan kemerdekaan Negara Indonesia juga harus dipertahankan demi majunya kehidupan demokrasi  dan politik rakyat. Pesan dari saya, jangan menyalahkan orang terlebih dahulu sebelum mengetahui akar masalah yang terjadi, jadilah orang yang kritis, sabar, dan bijak dalam menyelesaikan masalah dalm kehidupan sehari hari.
               


0 komentar:

Posting Komentar